اللّهُمَّ نَجِّ إِخْوَانَنَا الْمُؤْمِنِيْنَ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ فِي فَلَسْطِيْنَ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ

MEMBERANTAS WABAH HIZBIYYAH BERKEDOK PEMBAHASAN ASRAMA WANITA

Penulis:
Al-Ustadz Abu Abdil Malyk Abdul A’la hafidzahullah

Note: teks yang berwarna ungu adalah terjemahan bebas yang kami (admin) tambahkan untuk memudahkan memahami teks berbahasa Arab yang tidak diterjemahkan oleh penulis. Semoga bermanfaat untuk yang belum mampu baca teks arab gundul.

Berkata penulis hafidzahullah:

Setelah kita melunasi pembahasan tentang TN dan bahwasanya klaim muhdatsnya TN adalah klaim yang gagal, maka kini saatnya untuk membersihkan noda-noda fitnah serta virus hizbiyyah yang berkedok di baliknya, wallohul mustaan. 

BAB: GHULUW MEMBUMBUNG DAN HIZBIYYAH TERSELUBUNG 

Buku abu fairuz ini telah melampaui batas dalam mengupas masalah ilmiyyah, karena tidak hanya menekankan pembahasan muhdatsnya TN, melainkan juga tertuang padanya seruan permusuhan serta tumpah-ruah aroma hizbiyyah yang sangat kental dari penulisnya. Dan praktek hizbiyyah inilah yang menjadi sebab serta biang kerok seluruh perpecahan dan fitnah yang ada sekarang ini. 

Andai buku tersebut fokus pada pembahasan bid’ahnya TN dan dikupas dengan disiplin adab yang santun serta jauh dari noda-noda ta’ashub maka mungkin masih bisa diapresiasi setidaknya dengan ucapan terimakasih, layaknya buku-buku lain yang membahas perkara ilmiyyah, dan tidak akan ada seorangpun yang meremehkan atau menghinanya. 


MEMBONGKAR KEDOK DARI LOGAT HIZBIYYAH YANG MEDOK 

Perihal hizbiyyah KKTN maka sudah kami singgung sedikit dalam buku Laftu Andhor, adapun terkait hizbiyyah abu fairuz maka semua itu terbukti dengan banyak logat serta kosa kata penulisnya saat menamai kelompok yang sependapat dengannya sebagai ahlus sunnah/salafiyyin, sedangkan selain mereka bukanlah salafiyyin, yang jelas hal itu -bila berangkat dari persoalan-persoalan seperti ini- merupakan slogan dan jargon hizbiyyah tulen. 

Baru di awal buku saja abu fairuz sudah memuntahkan istihlal yang membuat perut terasa mual, dengan berceloteh dan membual: “Sesungguhnya titik perselisihan antara SALAFIYYIN dan Abu Hazim beserta para pengikutnya berporos pada perselisihan dalam hukum membangun TN..”

Dia juga mengatakan: “Abu Hazim dan pengikutnya mengatakan TN mubah, sedangkan SALAFIYYUN mengatakan TN muhdats..”, selanjutnya banyak sekali dalam bukunya ia menyebut orang yang mengingkari TN sebagai ahlus sunnah, salafiyyin tsabitin, dan ungkapan- ungkapan bengal yang lain. 

Betapa mudahnya abu fairuz menyekat antara salafy dengan selain salafy hanya dengan masalah TN, seakan-akan seluruh salafiyyun sepakat bahwa TN muhdats, dan pendapat bolehnya TN hanya bersumber dari selain salafiyyin dan hanya dianut oleh selain mereka. 

Semua itu tersirat dari adanya pembagian antara kedua kelompok tersebut menjadi dua qosim/sekuel yang saling bertentangan. Pemahaman kerdil tentang salafiyyah model seperti inilah yang membuat orang yang membaca bukunya mendadak menjadi muak, wallohul mustaan. 

Logat-logat hizbiyyah yang sangat medok tersebut menunjukkan betapa membara dan membirunya api hizbiyyah dalam hati si penulis, hingga tidak mampu diredam apalagi dibuat padam, dan akhirnya terangkum menjadi diksi-diksi pendendam, hingga semua vonis ini tersimpul sebab banyak sekali lahnul qoul yang terkumpul, Alloh berfirman: 

(ولو نشاء لأريناكهم فلعرفتهم بسيماهم ولتعرفنهم في لحن القول والله يعلم أعمالكم)

Dan kalau Kami kehendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu.

Bahkan dengan bukunya ini abu fairuz spontan merangsek ke puncak teratas sebagai jagal ukhuwwah yang paling ganas, sebab ia datang belakangan tapi karakternya paling sadis, ia terang-terangan mengucap sesuatu yang belum pernah diucap oleh pendahulunya, ia fasih mengutarakan hizbiyyahnya saat yang lain masih mencoba merakit kata dengan terbata-bata, apakah semua ini hanyalah luapan dendam kusumat ataukah memang sebuah konspirasi jahat?? Wallohu a’lam. 

Ucapan-ucapan seperti itu tidak akan kami ingkari apabila dipakai untuk lawan bicara yang jelas-jelas menyimpang dan memang dari kelompok sesat seperti shufiyyah atau syi’ah dan semisalnya, tentu dalam topik pembahasan yang jelas-jelas merupakan kesesatan nyata. Tapi tatkala kosa kata seperti itu dipakai untuk lawan bicara dari kalangan orang yang membolehkan TN dan masih dalam ranah pembahasan ilmiyyah maka kami kira mulut yang mengucapkannya terlalu muluk-muluk dan arogan, wallohul mustaan. 

Namun dibalik setiap musibah pasti ada hikmah yang indah, akan selalu ada pelangi seusai hujan badai, buku abu fairuz ini sebenarnya justru memiliki sisi yang patut disyukuri, sebab dengannya kedok hizbiyyah mereka semakin dimengerti, kadang engkau mengharap kabar gembira bocor dari beberapa tetesan, tapi Alloh memberimu sebanyak derasnya hujan, engkau punya impian sekecil bintang dan Alloh mengirimkan padamu seindah bulan, walhamdulillah. 

وتشاء أنت من البشائر قطرة    ويشاء ربك أن يغيثك بالمطر

وتشاء أنت من الأماني نجمة     ويشاء ربك أن يناولك القمر

Engkau menginginkan berita gembira secercah hujan, Sedangkan Rabbmu menghendaki memberimu hujan yang merata.

Engkau menginginkan harapan yang bersinar seperti bintang, Sedangkan Rabbmu menghendaki memberimu cahaya bulan purnama.


HIZBIYYAH BOBROK DALAM SEMPITNYA WALA’ WAL BARO’ 

Kenapa jargon-jargon seperti itu menjadi logat hizbiyyah? Karena hakikat hizbiyyah adalah mendirikan golongan atau kelompok dengan cara membangun sempitnya wala’ wal baro’, artinya barometer loyal dan benci sudah tidak sesuai Alqur’an dan Assunnah serta pemahaman ulama lagi, melainkan mengacu pada suatu keinginan ataupun pemikiran tertentu. 

Berkata Syaikh Muqbil sebagaimana dalam kaset As’ilah Hatifiyyah Mutanawwi’ah

الحزبية تُعرف بالمخالطة والممارسة أكثر منها بالوصف ، فقد مكثت في السعودية ولم تكن الحزبية في ذلك الوقت ظاهرة كنت أظن أن منتهى دعوة السلفيين والإخوان المسلمين واحدة ، أقول وقد سألني شخصٌ وأنا في الرياض: ما الفرق بين دعوتكم ودعوة الإخوان ؟ ، فقلت المؤدى واحد ، هم يقولون : نثب على السلطة ثم بعد ذلك نصلح، ونحن نقول : نبدأ بالإصلاح ، فإذا الفرق شاسعٌ ولا مساواة ولا مناسبة عند أن دخلنا إلى اليمن . 

فالحزبية ولاءها ضيق لأهل حزبهم ؛ والرسول – صلى الله عليه وعلى آله وسلم – يقول : " المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يخذله ولا يحقره ، التقوى ههنا ، بحسب امرئ من الشر أن يحقر أخاه ، كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه " .

Paham al-hizbiyah lebih teridentifikasi melalui interaksi dan implementasinya daripada sekadar penjelasan konseptual.

Saya tinggal di Arab Saudi pada waktu itu, dan pada saat itu, paham al-hizbiyah tidak begitu mencolok. Saya berpikir bahwa tujuan dakwah antara Salafi dan Ikhwanul Muslimin adalah sama. Seseorang pernah bertanya kepada saya ketika saya berada di Riyadh, "Apa perbedaan antara dakwah kamu dan dakwah Ikhwan?"

Saya menjawab bahwa pada dasarnya tujuannya sama, yaitu untuk melakukan perbaikan. Namun, perbedaan besar terletak pada pendekatan. Mereka berpendapat bahwa mereka harus menduduki kekuasaan terlebih dahulu, baru kemudian melakukan perbaikan, sementara kami berpendapat bahwa kita harus memulai dengan melakukan perbaikan tanpa harus menduduki kekuasaan terlebih dahulu. Perbedaannya sangat signifikan dan tidak ada kesamaan atau keterkaitan ketika kami terlibat di Yaman.

Paham al-hizbiyah memiliki ciri khas bahwa loyalitas mereka sangat terbatas pada anggota kelompok mereka sendiri. Sementara itu, Rasulullah ﷺ telah bersabda,  "Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Dia tidak boleh menzalimi, mengkhianati, atau merendahkan saudaranya. Ketakwaan ada di sini. Cukuplah sebagai kejahatan bagi seseorang untuk merendahkan saudaranya. Setiap Muslim diharamkan mengganggu nyawa, harta, dan kehormatan Muslim lainnya."

Ketahuilah bahwa manusia diciptakan dan dibekali sifat ego untuk menyukai apa yang cocok dan membenci apa yang tidak cocok dengan dirinya, kemudian agama yang mulia ini datang untuk meluruskan semuanya. Barangsiapa yang tidak sesuai dengan syariat maka ia akan berkutat pada sempitnya tabiat, dan barangsiapa yang memodifikasi agamanya untuk mengesahkan hawa nafsunya maka itulah hizbiyyah dalam wala’ wal baro’ sempit.

Maka definisi hizbiyyah secara istilah bukan semata-mata sempitnya sikap loyal dan benci, karena hal itu sudah tabiat manusiawi, meski itu juga disebut sebagai hizbiyyah secara bahasa. Tapi hizbiyyah yang dimaksud oleh para ulama adalah sempitnya sifat loyal dan benci yang kemudian dipeluk dan dijadikan sebagai fikroh dan pola beragama, menyeru kepadanya dan mengerahkan massa untuk mendukung perbuatannya.

Berkata Syaikhoh Ummu Abdillah bintu Syaikh Muqbil menukil ucapan sang ayahanda:

وسمعته يقول: الأحزاب ولاؤُها ضيِّق ، من كان معنا في الحِزب نواليه ، ومن ليس معنا نُعاديه ... الحِزْبيَّةُ فِكْرَةٌ ، إِذَا اعتَنَقْتَهَا صِرْتَ حِزْبِيَّاً.

Saya mendengar beliau mengatakan: "Paham-paham hizb memiliki loyalitas yang sangat terbatas. Siapa pun yang berada bersama kami dalam hizb, kami akan mendukungnya, dan siapa pun yang tidak bersama kami, kami akan melawannya... Al-hizbiyah adalah sebuah pemikiran (pemahaman), jika kamu mengadopsinya, maka kamu menjadi seorang hizbi."

Dan Syaikh Muqbil sendiri mengatakan (kaset pertanyaan Ahlur Roidah):

هؤلاء يا إخوان يريدون منّا أن نتصور الحزبي أنه كالغول ، أو نتصور الحزبي أنه كالثور بقرونه ، لا يا إخوان ، المسألة مسألة فكرة ، وولاء وبراء ، ولاء لمن كان معهم ، وبراء لمن لم يكن معهم ، وأناس لا يخافون الله سبحانه وتعالى ، يمكن أن ينفِّروا عن أهل السنة ، ويطعنوا في أهل السنة . 

Mereka, saudara-saudara, ingin kita menganggap bahwa al-hizbiyah itu seperti monster atau menganggap al-hizbiyah itu seperti banteng dengan tanduknya. Tidak, saudara-saudara, ini adalah masalah pemikiran (pemahaman), loyalitas (wala'), dan penolakan (baro'). Loyalitas terhadap yang sejalan dengan mereka, dan penolakan terhadap mereka yang tidak sejalan. Dan ada orang-orang yang tidak takut kepada Allah, mereka dapat memisahkan diri dari Ahlus Sunnah, dan menyerang mereka.

Semua proyek dan praktek KKTN ini jelas merupakan wala’ wal baro’ sempit, sebab mereka membangun hajer serta permusuhan bahkan pentabdi’an dan berakhir dengan pengkelompokan hanya berangkat dari masalah yang secara prosedur para ulama semestinya tidak sampai demikian, salah satunya adalah masalah TN.

Bahkan taruhlah sampai seandainya TN benar-benar bid’ah, tetap tidak dibenarkan untuk saling bermusuhan seperti ini, buktinya tidak ada satupun praktek ulama mu’tabar di seluruh muka bumi ini yang menyamai, apalagi dicarikan penegasan mereka yang merestui.

Satu hal ini saja sudah cukup untuk membongkar kedok hizbiyyah mereka, dan itu jauh lebih jelas daripada ciri-ciri hizbiyyah yang mereka tuduhkan pada lawan mereka, semisal turun di masjid hizbiyyin, atau berdusta dan lain sebagainya. Semua itu hanyalah ciri-ciri tambahan dan sampingan saja, itupun banyak yang hanya dibangun di atas praduga, sebagian lainnya dicari-cari dan direka-reka bahkan dipaksa-paksa, karena yang mengumpulkan adalah orang-orang yang dangkal ilmu serta sifat waro’ dan ketaqwaannya.


SUDAH MENGAKUI PERTIKAIAN BERPOROS PADA ASRAMA PUTRI

Jangan berkilah bahwa kalian membangun semua permusuhan ini bukan hanya karena masalah TN, sebab abu fairuz sendiri di awal muqoddimah bukunya sudah mengakui. Seluruh pemirsa tahu bahwa puluhan poin yang dianggap sebagai bukti itu semuanya hanyalah cabang atau ekor yang terpotong dan hakikatnya kembali pada masalah TN, atau jika tidak maka kembali pada kebencian dan kedengkian yang terawat dalam dada-dada kalian, wallohul mustaan.

Adapun permusuhan kami kepada kalian, maka bukan berangkat dari masalah yang diperselisihkan, melainkan sebagai upaya memerangi kedholiman serta pemikiran yang berbahaya berikut tata cara menyimpang dalam beragama, dimana semua itu telah disepakati oleh para ulama akan keburukannya.

Dan alhamdulillah watak kami tidak seperti watak kalian, sehingga sampai saat ini kami tidak memvonis kalian sebagai hizbiyyun ataupun ahlul bida’, tapi praktek beragama kalian dalam bab ini sudah tak dapat dipungkiri lagi akan kehizbiyyahannya, karena bukan lagi terkumpul ciri-cirinya, melainkan itulah identitas dan hakikat hizbiyyah yang sebenarnya, wallohul mustaan.

Semua ini juga bukan upaya dari kami untuk menjatuhkan kalian, sebab kalian sudah jatuh oleh diri-diri kalian sendiri, lagipula jatuhnya kalian sama sekali tidak menguntungkan kami, alhamdulillah kami sudah terbiasa mencari bahagia sendiri, hingga di mata kami kalian bukanlah siapa-siapa, dan bagi dakwah kami adanya kalian sama dengan tidak adanya, kecuali kalian bertaubat dengan sebenar-benarnya, walhamdulillah.

قال المغيرة بن شعبة: التارك للإخوان متروك.

Al-Mughirah bin Syu'bah berkata: "Orang yang meninggalkan saudara-saudaranya (sesama Muslim), maka dia ditinggalkan."

Lagipula tidak baik mencintai orang-orang yang tidak mencintai kita bahkan telah lama membenci, Alloh berfirman:

( هَاأَنْتُمْ أُولَاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلَا يُحِبُّونَكُمْ)

Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu.


BUKAN WATAK SERTA DIDIKAN PARA ULAMA 

Membangun permusuhan di atas masalah-masalah seperti ini jelas bukan merupakan didikan para ulama ahlus sunnah sama sekali, sungguh bukan termasuk tabiat ulama untuk mengkavling dan mengkotak pendapat hingga saling bermusuhan hanya gara-gara masalah ilmiyyah nadhoriyyah, apalagi sampai mentabdi’ dan mengeluarkan orang lain dari jajaran ahlus sunnah. 

Sebagaimana juga yang dulu telah dinukilkan sendiri oleh abu fairuz, mari kita cermati chattingan syaikh abu fairuz versi dulu membantah abu fairuz versi terbaru: 

“Masalahnya bukan harus dinasihati atau tidak dinasihati. Dan Masalahnya bukanlah "Kami punya dalil Dan kalian hanya mengekor ulama". Perkara TN itu sudah dibahas sejak sekitar sepuluh tahun yang lalu dengan hujjah-hujjahnya, dan nasihat telah ditebarkan dalam rentang waktu yang panjang tadi. Kalam Syaikhuna Yahya tidak berubah sejak dulu sampai sekarang. 

Syaikhul Walid Al Imam Yahya bin Ali Al Hajuriy dan para ulama yang bersama beliau hafizhahumullah berpendapat bahwa masalah tadi bukan masalah yang sampai mengeluarkan pelakunya dari Salafiyyah.” 

Tak cukup sampai disitu, bahkan abu fairuz sampai menulis sebuah artikel yang berjudul “Jawaban Sebagian Ulama Bagi Penentangan Terhadap Dauroh Bersama Abu Hazim Al Indonesiy”, disitu dinukilkan kalam beberapa masyayikh yang sangat mulia di mata abu fairuz, namun kini ia membantah tulisannya sendiri. Laa ilaaha illa Alloh!! Zaman sekarang banyak orang yang sudah pikun di usia dini, wallohul mustaan. 

Seperti halnya yang diyakini abu fairuz dalam qoul qodimnya, untuk perkara seperti ini para ulama tidak ada yang memaksakan pendapat, karena jelas di dalamnya terdapat adu argumen yang sangat kuat, tak mungkin dalam perkara yang seseorang memiliki sisi pandang serta alasan kuat lantas dipaksa untuk mengikuti pendapat lawannya, jika enggan maka akan dimusuhi, semua itu bukan merupakan didikan para ulama robbany. 

Bagaimana tidak, sedangkan dalam masalah TN ini argumen-argumen kami walhamdulillah masih menjulang tinggi, buku-buku yang tertulis hingga kini satupun belum ada yang bisa dibantah secara tuntas, hanya disentuh-sentuh sebagian sisinya dari jauh

Maka tolong dicatat baik-baik, in sya Alloh tidak akan ada satupun seorang alim mu’tabar yang mendukung praktek hizbiyyah terselubung model seperti ini, karena hal itu bukan termasuk watak mereka. Bahkan Syaikh Muqbil selaku guru besar serta pendiri Dammaj yang kalian elu-elukan selama ini didikan beliau justru bertentangan 180 derajat dengan praktek kalian, simak nasehat beliau sebagaimana dalam “Nasihati li tholabatil ilm”, pada poin nasehat yang ke 13:

البعد عن الجدل: فقد روى الترمذي في " جامعه "، عن أبي أمامة الباهلي -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قال: قال رسول الله -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمْ- :« ما ضل قوم بعد هدى كانوا عليه إلا أوتوا الجدل » أخرجه الترمذي رقم 3253 وحسن إسناده الألباني في تخريج كتاب السنة برقم 101، ثم قرأ: ( مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلَّا جَدَلًا بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ )، ولا تتعصب لرأيك في اختلاف الأفهام، ولا في اختلاف التنوع، حتى لا تدعو الناس إلى تقليدك وأنت تشعر أو لا تشعر.

MENJAUHI PERDEBATAN: Terdapat riwayat dari At-Tirmidzi dalam "Jami'-nya", dari Abu Umamah Al-Bahili - semoga Allah meridainya - beliau berkata: Rasulullah - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمْ - bersabda, "Tidaklah suatu kaum tersesat setelah mendapatkan petunjuk kecuali mereka terlibat dalam perdebatan." (HR. At-Tirmidzi no. 3253 dan sanadnya hasan menurut Al-Albani dalam tahqiq Kitab As-Sunnah no. 101). Kemudian beliau membaca firman-Nya, "Mereka tidak menyerukan perumpamaan itu kepadamu kecuali untuk berdebat, bahkan mereka adalah orang-orang yang suka berdebat." (QS. Az-Zukhruf: 58). Janganlah kamu bersikeras pada pendapatmu dalam perbedaan pemahaman (ikhtilaful afham) atau perbedaan pendapat (ikhtilaf tanawwu'), sehingga kamu menyeru  orang lain untuk mengikuti pendapatmu, baik dengan kamu menyadarinya atau tidak.

Dalam nasehat tersebut jelas sekali beliau mewanti-wanti agar seseorang jangan memaksa manusia untuk mengikuti pendapatnya dalam masalah ilmiyyah nadhoriyyah, dan barangsiapa yang melakukan itu maka sama dengan mengajak manusia untuk taqlid pada dirinya.

Faya subhanalloh!! Apa yang beliau peringatkan justru itulah yang kini sedang kalian praktekkan, beliau memperingatkan dari fanatik dan ashobiyyah namun justru kalian tengah saling gotong royong untuk membangun sebuah madzhab khusus, yaitu madzhab bid’ahnya TN, untuk kemudian dijadikan sebagai barometer dalam membangun wala’ wal baro’, wallohul mustaan.
 
Bahkan lebih tegas lagi Syaikh Yahya sendiri mengatakan (sebagaimana dalam sebagian rekaman beliau):

نحن بيننا الكتاب والسنة, أذعن للدليل وتدعن للدليل, ليس من العدل أن تلزمني, ليس من العدل ولا الإنصاف في هذه الدعوة بل من الظلم لها أن أذعن لرأيك أو تذعن لرأيي, وإنما كلنا نذعن للحق وللدليل وللكتاب والسنة ونتحاكم إليهما كما أمر الله, فهو ظلم لي أن تلزمني برأيك أو أنا ألزمك برأيي وإنما الإنصاف أن كنا كلنا نلزم أنفسنا بالحق وبالقواعد الصحيحة الأصولية الثابتة, وبمنهج السلف وبالكتاب والسنة, (وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ), (فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا).

Di antara kita, ada Kitab dan Sunnah, kita tunduk kepada dalil dan mengikuti dalil, tidaklah adil jika kamu memaksa saya, tidaklah adil dan tidaklah bijaksana dalam seruan ini jika saya mengikuti pendapatmu atau jika kamu mengikuti pendapatku. Sebenarnya, kita semua tunduk kepada kebenaran, dalil, Kitab dan Sunnah, dan kita merujuk kepada keduanya sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah. Adalah sebuah bentuk kedzaliman jika kamu memaksa saya dengan pendapatmu atau jika saya memaksa kamu dengan pendapatku. Keadilan sejati (al-inshof) adalah jika kita semua mengikuti kebenaran, prinsip-prinsip asas yang benar dan tetap, dan mengikuti metodologi (manhaj) salaf, dengan Kitab dan Sunnah. (Dan apapun perbedaan yang kamu miliki, maka putusannya adalah hak Allah), (Jika kamu berselisih tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah dan Rasul jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Itulah yang terbaik dan paling tepat dalam penafsiran).


Bukalah telinga dan mata hati kalian!! Mari kita cermati ucapan di atas selaku beliau adalah guru kita semua, dimana secara jelas dan gamblang beliau menolak praktek pemaksaan pendapat, dan masing-masing harus tunduk pada dalil. Dan ingat!! Bukan asal dalil secara global begitu saja, karena semua orang juga mengaku membawanya, tapi harus mengacu pada ilmu ushul dan kaedah sesuai pemahaman ulama yang benar.

Lalu kapan diketahui benar salahnya?? Ketika sudah didudukkan di meja persidangan dan ditelusuri masing-masing argumennya, sebab tidak mungkin antara kebenaran dan kebathilan saling diadu lantas tidak ada yang patah dari keduanya, di setiap pertempuran pasti ada pemenang dan jawara, segelap dan sepekat apapun suatu keadaan maka kebenaran pasti akan memiliki lentera, walhamdulillah.

Di titik inilah kesesatan kalian terkuak dan terbongkar, dan in sya Alloh mulai dari sinilah fakta kebenaran akan terungkap dan tersebar, saat ini kejahatan kalian tengah terciduk dan tertangkap basah, terserah mau memilih jujur ataukah tetap bersikeras menuju hancur?? Wallohul muwaffiq.


DIANTARA CIRI-CIRI FITNAH ADALAH MUDAH BERUBAH

Terlepas dari itu semua, ada satu hal yang perlu disorot dari sikap seorang abu fairuz, dimana mauqifnya dalam pertikaian ini sangat mengherankan, sebab ia telah berubah dari sikapnya yang dulu dengan perubahan yang menandakan suatu keburukan.

Telah lalu sedikit singgungan mengenai hal ini dalam bab ijtihadiyyah di buku pertama, dan berikut ini kami cantumkan sebagian nukilan kalam para salaf dalam rangka mencela sikap talawwun (warna-warni) dalam beragama ini.

Berkata Imam Ibnu Batthoh dalam Ibanah Kubro 1/189:

دَخَلَ أَبُو مَسْعُودٍ عَلَى حُذَيْفَةَ فَقَالَ: اعْهَدْ إِلَيَّ, فَقَالَ لَهُ: «أَلَمْ يَأْتِكَ الْيَقِينُ؟» قَالَ: بَلَى وَعِزَّةِ رَبِّى, قَالَ: «فَاعْلَمْ أَنَّ الضَّلاَلَةَ حَقَّ الضَّلاَلَةِ أَنْ تَعْرِفَ مَا كُنْتَ تُنْكِرُ وَأَنْ تُنْكِرَ مَا كُنْتَ تَعْرِفُ وَإِيَّاكَ وَالتَّلَوُّنِ فَإِنَّ دِينَ اللَّهِ وَاحِدٌ... 

وعن محمد بن سيرين قال: قال عدي بن حاتم رضي الله عنه: «إنَّكم لن تزالوا بخيرٍ ما لم تَعرِفوا ما كنتُم تُنكِرون، وتُنكِروا ما كنتُم تَعرِفون، وما دام عالمُكُم يتكلمُ بينكَم غيرَ خائف!».

Abu Mas'ud masuk ke hadapan Hudzaifah lalu berkata, "Beritahukanlah kepadaku." Hudzaifah menjawab, "Bukankah kamu sudah memiliki keyakinan?" Abu Mas'ud menjawab, "Ya, demi keagungan Tuhanku." Hudzaifah berkata, "Maka ketahuilah bahwa kesesatan yang sebenarnya adalah ketika kamu mengetahui sesuatu tapi kamu menolaknya, dan kamu menolak sesuatu yang kamu ketahui. Dan waspada terhadap sikap berubah-ubah, karena agama Allah adalah satu..."

Dan dari Muhammad bin Sirin, dia berkata: Adi bin Hatim radhiyallahu 'anhu berkata, "Sesungguhnya kalian akan terus dalam kebaikan selama kalian mengetahui apa yang kalian tolak, dan kalian menolak apa yang kalian ketahui. Dan selama ulama kalian masih terus berbicara di antara kalian tanpa rasa takut!"

Dan hal itu merupakan tanda seseorang tertimpa fitnah, sebagaimana yang diriwayatkan dari Hudzaifah:

عن حذيفة بن اليمان رضي الله عنه قال: «إذا أحبَّ أحدُكم أن يعلمَ أَصابتْهُ الفتنةُ أم لا ؟ فلينظر؛ فإن كانَ رأى حلالاً كان يراهُ حراماً فقد أصابتْهُ الفتنة! وإن كان يرى حراماً كان يراهُ حلالا فقد أصابتْهُ!!» أخرجه الحاكم في مستدركه وقال: هذا حديث صحيح على شرط الشيخين ولم يخرجاه ووافقه الذهبي.

Dalam riwayat dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, "Jika salah satu dari kalian ingin mengetahui apakah dia telah terkena fitnah atau tidak, maka perhatikanlah: Jika dia melihat sesuatu yang sebenarnya halal tetapi dia menganggapnya haram, maka dia telah terkena fitnah. Dan jika dia melihat sesuatu yang sebenarnya haram tetapi dia menganggapnya halal, maka dia juga telah terkena fitnah." Al-Hakim meriwayatkannya dalam kitab "Mustadrak" dan beliau mengatakan bahwa hadis ini sahih sesuai dengan syarat dua syaikh (Al-Bukhari dan Muslim), meskipun keduanya tidak meriwayatkannya secara langsung, dan pendapat ini juga disepakati oleh Adz-Dzahabi.

Berkata Imam Al Ajurry dalam Assyari’ah 1/90:

قد ذكرت هذا الباب في كتاب الفتن في أحاديث كثيرة ، وقد ذكرت هاهنا طرفا منها ؛ ليكون المؤمن العاقل يحتاط لدينه ، فإن الفتن على وجوه كثيرة ، وقد مضى منها فتن عظيمة ، نجا منها أقوام ، وهلك فيها أقوام باتباعهم الهوى ، وإيثارهم للدنيا ، فمن أراد الله به خيرا فتح له باب الدعاء ، والتجأ إلى مولاه الكريم ، وخاف على دينه ، وحفظ لسانه ، وعرف زمانه ، ولزم المحجة الواضحة السواد الأعظم ، ولم يتلون في دينه ، وعبد ربه تعالى ، فترك الخوض في الفتنة ، فإن الفتنة يفتضح عندها خلق كثير ، ألم تسمع إلى قول النبي صلى الله عليه وسلم ، وهو محذر أمته الفتن ؟ قال : « يصبح الرجل مؤمنا ، ويمسي كافرا ، ويمسي مؤمنا ، ويصبح كافرا .

Bab ini telah saya sebutkan dalam kitab Al-Fitan dalam banyak hadis. Di sini saya menyebutkan sebagian dari hadis-hadis tersebut, agar orang yang beriman yang bijaksana bisa berhati-hati terhadap agamanya. Karena fitnah memiliki banyak wajah, dan telah ada fitnah besar di masa lampau, di mana ada orang-orang yang selamat darinya dan ada juga yang binasa karena mengikuti hawa nafsu dan lebih mengutamakan dunia. 

Bagi siapa yang menginginkan kebaikan dari Allah, pintu doa akan dibuka untuknya, dan ia akan berlindung kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, dan ia akan khawatir terhadap agamanya, menjaga lidahnya, mengenal zaman, dan berpegang teguh pada petunjuk yang jelas dan mayoritas. Ia tidak akan berubah-ubah dalam agamanya dan akan menjadi hamba bagi Tuhannya yang Maha Tinggi. Ia akan meninggalkan keterlibatan dalam fitnah, karena pada saat itu akan terbongkar banyak sifat buruk dalam diri manusia. Tidakkah Anda mendengar perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang memperingatkan umatnya terhadap fitnah? Beliau bersabda, "Seseorang bisa bangun sebagai seorang mukmin dan menjadi kafir di sore hari, atau ia bisa menjadi seorang mukmin di sore hari dan menjadi kafir di pagi hari."


BAB: ANTARA WATAK PARA KEKASIH DAN WATAK BURUNG KEDASIH

Diantara praktek hizbiyyah adalah suka berupaya mengeluarkan orang dari jajaran ahlus sunnah, atau menyingkirkannya dari barisan para salafiyyin tsabitin, seperti watak anak burung kedasih yang suka menyingkirkan sesama penghuni sarangnya, dan itu sudah dipraktekkan oleh abu fairuz dalam bukunya, bersama orang-orang yang sekomplotan dengannya, hingga akhirnya mereka ketagihan dan kecanduan.

Bagaimana asal muasal watak ini bisa terbentuk?? Watak seperti ini ada yang sudah menjadi thob’ (tabiat) dan ada pula yang tathobbu’ (didikan), sebagaimana yang in sya Alloh akan kami jelaskan pada beberapa fasal mendatang, semua itu bermula dari metode belajar yang salah, dari sifat terburu-buru serta semangat yang terlalu menggebu

Belum faham apa-apa sudah nekat mengajak kenalan kaedah-kaedah salafiyyah serta ilmu ushul jarh watta’dil, bagi orang yang memang bertabiat jahat maka semua itu ibarat gayung bersambut, dan bagi orang yang tabiatnya penyayang lagi lemah lembut maka rata-rata mereka hanya salah pergaulan atau sekedar ikut-mengikut.

Lalu mengapa hal itu termasuk hizbiyyah?? Karena ia merupakan watak beragama yang sempit serta egois lagi serakah, lantaran hanya mau bersama dengan sesuatu yang cocok dan enggan toleransi pada yang tidak cocok, padahal kondisi masih menuntut untuk diberi ruang toleransi.

Ketidak cocokan atau tendensi itu bisa mengarah pada:
  • Karakter perorangan, sehingga permasalahan khilaf hanya dijadikan sebagai bahan alasan.
  • Suatu pendapat tertentu, sehingga semua yang berpendapat itu akan dimusuhi.
  • Atau kembali kepada keduanya.
Adapun tendensi kepada perorangan, maka karena ia tidak suka dalam barisan kelompoknya ada orang yang berbeda karakter dengannya atau orang yang ia benci, hingga ia ingin bersendirian dalam kelompok tersebut, maunya hanya berisi dia dan orang yang seperti dirinya saja. 

Adapun tendensi pada suatu pendapat, maka cara pintasnya dengan menyebut-nyebut bahwa itu adalah pendapat sesat yang tak boleh dianut, terbukti orang yang masih belum meninggalkannya satu persatu mulai tercabut, sehingga akhirnya manusia pun panik dan merasa takut.

Dan kedua jenis tendensi tadi telah dipraktekkan oleh abu turob, abu fairuz, sidik, beserta para pengikut mereka semua, dahulu mereka tak suka dengan kami hingga mengangkat masalah biawak, juga kasus Dammaj saat mereka mendholimi Ustadz Abul Husain. 

Sekarang mereka mengangkat masalah TN, tak ingin dalam barisan salafiyyin ada orang yang membolehkan TN, karena menurut mereka TN menyelisihi seluruh pendapat ulama, tentu yang dimaksud adalah ulama dari kelompok mereka saja. Hingga berpuluh-puluh tahun rela dihabiskan untuk terus bergerilya bagaimana caranya mereka sukses mengeluarkan lawan mereka dari ahlus sunnah, atau sukses mengusir TN dari pendapat ahlus sunnah.

Orang-orang yang suka mengeluarkan manusia dari ahlus sunnah mengira bahwa dengan sebatas dikeluarkannya seseorang dari kelompok tersebut menurutnya orang tadi sudah habis, hingga dengan cara itu mereka lebih mudah untuk mengerahkan manusia agar meninggalkannya, semua ini sudah ma’ruf dari manuver busuk para anggota partai dan organisasi.

Satu hal telah mereka lupakan, seseorang itu tidak akan jatuh serta tak akan keluar dari barisan kebenaran sebatas akibat ulah mulut manusia, selama orang tersebut tidak benar-benar menjatuhkan dirinya sendiri, juga tidak sengaja mengeluarkan diri maka selamanya lisan-lisan manusia takkan mampu berbuat apa-apa.

عن البراء بن عازب : في قوله { إن الذين ينادونك من وراء الحجرات أكثرهم لا يعقلون }. قال: فقام رجل فقال: يا رسول الله إن حمدي زين وإن ذمي شين. فقال النبي صلى الله عليه و سلم: ذاك الله. رواه الترمذي.



Bersambung insya Allah...