مبحث الاجتهاد والتقليد من روضة الناظر
Pembahasan Tentang IJTIHAD DAN TAQLID dari kitab
Roudhotun Nadzir (Kitab Ushul Fiqh Madzhab Hambali) Karya Al Imam
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah
Al Imam Ibnu Qudamah menyusun kitab ini dengan meringkas, memilih dan mengasaskannya menjadi ushul fiqih dalam madzhab Hanbali dari kitab Al-Mustashfa karya imam Abu Hamid Al-Ghazali yang bermadzhab Syafi’i. Dalam kitab ini disebutkan perbedaan pendapat dan dialog-dialog tentang masalah-masalah ushul, penulis mengemukakan pendapat-pendapat yang menyelisihi pendapatnya, kemudian diberikan jawaban-jawabannya. Kitab ini sangat penting bagi orang yang ingin mendalami ilmu ushul fiqih, karena dijelaskan keragaman pendapat para ulama yang menunjukkan keluasan ilmu mereka. Sehingga kita dapat memahaminya lebih luas lagi.
PASAL TENTANG HUKUM MUJTAHID
اعلم أن الاجتهاد في اللغة: بذل المجهود واستفراغ الوسع في فعل، ولا يستعمل إلا فيما فيه جهد، يقال: اجتهد في حمل الرحى ولا يقال: اجتهد في حمل خردلة.
وهو في عرف الفقهاء : مخصوص ببذل المجهود في العلم بأحكام الشرع.
والاجتهاد التام: أن يبذل الوسع في الطلب إلى أن يحس من نفسه بالعجز عن مزيد طلب.
Ketahuilah bahwa ijtihad dalam bahasa (Arab) artinya: memberikan usaha yang sangat keras dan mengeluarkan semua kemampuan dalam melakukan sesuatu. Kata ini hanya digunakan untuk hal-hal yang membutuhkan usaha yang besar. Contohnya, kita bilang "dia berijtihad mengangkat batu giling", tapi kita tidak bilang "dia berijtihad mengangkat biji sawi".
Nah, kalau menurut para ahli agama (fuqaha), ijtihad itu khusus untuk memberikan usaha yang sangat keras dalam mempelajari hukum-hukum agama.
Dan ijtihad yang sempurna itu artinya seseorang sudah berusaha sekuat tenaga untuk mencari tahu sampai dia merasa tidak mampu lagi untuk mencari tahu lebih lanjut.
وشرط المجتهد: إحاطته بمدارك الأحكام المثمرة لها، وهي: الأصول التي فصلناها: الكتاب والسنة، والإجماع واستصحاب الحال والقياس، والتابع لها، وما يعتبر في الحكم في الجملة وتقديم ما يجب تقديمه منها .
فأما العدالة: فليست شرطاً لكونه مجتهدا بل متى كان عالما بما ذكرناه فله أن يأخذ باجتهاد نفسه، لكنها شرط لجواز الاعتماد على قوله فمن ليس عذلا لا تقبل فتياه.
والواجب عليه في معرفة الكتاب : معرفة ما يتعلق منه بالأحكام وهي قدر خمس مائة آية، ولا يشترط حفظها بل علمه بمواقعها حتى يطلب الأية المحتاج إليها وقت حاجته.
والمشترط في معرفة السُّنّة: معرفه أحاديث الأحكام ومي وإن كانت كثيرة فهي محصورة.
Syarat seorang mujtahid adalah: ia harus menguasai seluruh dalil yang dapat menghasilkan hukum-hukum syariat, yaitu: sumber-sumber hukum yang telah kita jelaskan, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah, ijma' (konsensus ulama), istihsan (preferensi), qiyas (analogi), dan hal-hal lain yang relevan dalam menetapkan hukum, serta memprioritaskan hal-hal yang harus diutamakan.
Adapun keadilan, itu bukan syarat mutlak untuk menjadi seorang mujtahid, tetapi jika seseorang telah mengetahui semua yang telah disebutkan, maka ia dapat berijtihad sendiri. Namun, keadilan adalah syarat agar pendapatnya dapat dijadikan rujukan. Jadi, jika seseorang tidak adil, maka fatwanya tidak diterima.
Yang wajib baginya dalam memahami Al-Qur'an adalah mengetahui ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum, yaitu sekitar lima ratus ayat. Tidak wajib menghafalnya, tetapi cukup mengetahui letaknya sehingga ia dapat mencari ayat yang dibutuhkan pada saat dibutuhkan.
Dan yang wajib dalam memahami Sunnah adalah mengetahui hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum, meskipun banyak, tetapi jumlahnya terbatas.
ولابد من معرفته للناسخ والمنسوخ من الكتاب والسنة، ويكفيه أن يعر ف أن المستدل به في هذه الحادثة غير منسوخ .
ويحتاج أن يعرف الحديث الذي يعتمد عليه فيها أنه صحيح غير ضعيف :
Dan wajib baginya untuk mengetahui ayat-ayat yang telah dihapus dan yang masih berlaku baik dari Al-Qur'an maupun Sunnah. Cukup baginya untuk mengetahui bahwa dalil yang digunakan dalam kasus ini tidaklah telah dihapus.
Dan ia perlu mengetahui bahwa hadits yang dijadikan sandaran dalam kasus ini adalah hadits yang shahih, bukan hadits yang lemah.
وإما بمعرفة رواته وعدالتهم.
وإما بأخذه من الكتب الصحيحة التي ارتضى الأئمة رواتها.
وأما الإجماع : فيحتاج إلى معرفة مواقعه، ويكفيه أن يعرف أن المسألة التي يفتي فيها هل هي من المجمع عليه أم من المختلف فيه أم هي حادثة؟
ويعلم استصحاب الحال على ما ذكرناه في بابه.
ويحتاج إلى معرفة نصب الأدلة وشروطها.
ومعرفة شيء من النحو واللغة يتيسر به فهم خطاب العرب، وهو ما يميز به بين: صريح الكلام وظاهره ومجمله وحقيقته ومجازه وعامه وخاصه ومحكمه ومتشابهه ومطلقه ومقيده ونصه وفحواه ولحنه ومفهومه.
ولا يلزمه من ذلك إلا القدر الذي يتعلق به الكتاب والسنة ويستولى به على مواقع الخطاب ودرك دقائق المقاصد فيه.
فأما تفار يع الفقه: فلا حاجة إليها؛ لأنها مما ولده المجتهدون بعد حيازة منصب الاجتهاد فكيف تكون شرطاً لما تقدم وجوده عليها؟
Dengan mengetahui perawi hadits dan keadilan mereka.
Atau dengan mengambilnya dari kitab-kitab sahih yang para imam telah menerima perawinya.
Adapun ijma', ia perlu mengetahui kedudukannya, dan cukup baginya untuk mengetahui apakah masalah yang ia fatwakan itu termasuk dalam hal yang telah disepakati, diperselisihkan, atau kasus baru?
Dan ia mengetahui tentang istihsan sebagaimana yang telah kami jelaskan pada babnya.
Dan ia perlu mengetahui cara menetapkan dalil dan syarat-syaratnya.
Dan ia perlu mengetahui sedikit tentang nahwu (tata bahasa Arab) dan bahasa Arab sehingga memudahkannya memahami ucapan orang Arab, yang membedakannya antara: makna yang jelas, makna yang tampak, makna yang samar, makna sebenarnya, makna kiasan, makna umum dan khusus, makna yang tegas dan yang samar, makna yang mutlak dan yang terbatas, makna yang literal dan makna yang tersirat, kesalahan bahasa dan makna yang tersirat.
Dan ia tidak perlu mengetahui semua itu kecuali sejauh yang berkaitan dengan Al-Qur'an dan Sunnah, dan yang memungkinkannya memahami maksud dari teks dan menangkap makna yang mendalam di dalamnya.
Adapun perbedaan-perbedaan dalam cabang ilmu fiqih, tidak diperlukan, karena itu adalah sesuatu yang dikembangkan oleh para mujtahid setelah mereka memiliki kedudukan sebagai mujtahid. Bagaimana mungkin itu menjadi syarat untuk sesuatu yang telah ada sebelumnya?
Terjemah bersambung insya Allah...